RSS

Thursday, October 4, 2012

BANK CENTURY


Kita tentu masih begitu ingat dengan kasus Bank Century yang mulai terkuak pada 2008. Bergulirnya kasus Bank Century berawal dari berhembusnya kabar dana suntikan negara yang mencapai jumlah fantastis, yaitu 6,7 triliun rupiah. Kabar dana bail out Bank Century yang mencapai angka triliunan itu tentu membuat kuping rakyat memanas.

Kasus Bank Century dimulai dengan jatuhnya bank ini akibat penyalahgunaan dana nasabah yang digerakkan oleh pemilik Bank Century beserta keluarganya. Mencuatnya kasus Bank Century menjadi sangat menarik ketika mengetahui kelanjutan jatuhnya bank ini. Tidak salah lagi, respons pemerintah begitu luar biasa hingga bersedia melakukan bail out melalui pengucuran dana triliunan rupiah. Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan kala itu, bail out dana Century dilakukan guna menghindari jatuhnya dunia perbankan di Indonesia akibat hilangnya kepercayaan nasabah serta investor kepada beberapa bank di Indonesia. Yang membuat upaya bail out tersebut bermasalah tiada lain status Bank Century kala itu tidak memiliki likuiditas memadai.
 Kronologis Kasus Bank Century

Seperti halnya kasus-kasus lain, penegak hukum Indonesia memang identik dengan langkah penyelesaian yang lamban. Tidak terkecuali, penanganan kasus Bank Century. Bahkan, hingga awal 2012, kasus Bank Century belum mampu diselesaikan. Hal itulah yang membuat kasus Bank Century selalu menjadi pembicaraan hangat di beberapa media massa, media elektronik maupun media cetak. Bagaimanapun, kasus Bank Century lagi-lagi telah “berhasil” menjatuhkan citra beberapa lembaga hukum di Indonesia. Sebut saja, KPK, POLRI, serta DPR. Lantas, sebenarnya bagaimana cerita awal bergulirnya kasus Bank Century yang seolah tak kunjung usai ini? Adakah alasan penting yang membuat Bank Century wajib dibantu oleh pihak pemerintah?
Untuk menjawab rasa penasaran Anda, berikut ini merupakan kronologis bergulirnya kasus Bank Century.

1. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2003
Kronologi awal bergulirnya kasus Bank Century dimulai sejak 2003 ketika Bank CIC diketahui tengah mendapat masalah. Masalah yang menimpa Bank CIC diindikasikan dengan ditemukannya beberapa surat berharga valuta asing yang mencapai angka 2 triliun rupiah. Valuta asing tersebut tidak mempunyai peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah, serta tidak mudah untuk dijual. Akhirnya, Bank Indonesia (BI) pun memberikan saran merger guna mengatasi ketidakberesan yang terjadi dalam bank tersebut

2. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2004
Sesuai yang disarankan BI, Bank CIC pun melakukan merger dengan Bank Danpac serta Bank Pikko yang kemudian mengganti namanya menjadi
Bank Century. Berbagai surat berharga valuta asing pun terus bercokol dalam neraca Bank Century. Sebenarnya, BI telah memerintahkan Bank
Century untuk menjual valuta asing tersebut, namun pemegang saham tidak menurutinya. Pemegang saham lebih memilih menghasilkan sebuah perjanjian untuk mengubah berbagai surat berharga valuta asing tersebut menjadi deposito di Bank Dresdner, Swiss. Belakangan, deposito yang ditanam di Bank Dresdner ternyata sangat susah untuk ditagih.

3. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2005
Pada 2005, BI berhasil mendeteksi beberapa surat berharga valuta asing di Bank Century yang berjumlah sekitar 210 juta dolar Amerika.

4. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2008
Akhirnya, tahun 2008 menjadi titik awal terkuaknya kasus Bank Century hingga menjadi perbincangan hangat di kalangan publik dan penyidik. Pada
30 Oktober dan 3 November 2008, ditemukan berbagai surat berharga valuta asing yang telah jatuh tempo dan gagal bayar hingga mencapai angka
56 juta dolar Amerika. Sementara itu, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas. Akhirnya, posisi bank Century pada 31 Oktober berkurang
hingga 3,53 persen. Kasus Bank Century semakin rumit dengan kegagalan kliring akibat kegagalannya menyediakan dana (prefund) pada 13 November 2008. Pada 17 November 2008, Antaboga Delta Sekuritas miliki Robert Tantular mulai melakukan pembayaran kewajiban terhadap produk discreationary fund yang telah dijual Bank Century pada akhir 2007. Tidak berhenti sampai di situ, pada 20 November 2008, Bank Indonesia melayangkan surat kepada Menteri Keuangan. Isi surat tersebut tiada lain berupa penetapan bahwa Bank Century termasuk bank gagal yang dapat memberikan dampak sistemik.
Oleh sebab itu, BI memberikan usul untuk melakukan langkah penyelamatan melalui pihak LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).

Pada hari yang sama, KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) yang beranggotakan BI, Menteri Keuangan, dan LPS, pun akhirnya memutuskan untuk
melakukan meeting. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan KKSK dalam surat No.04.KKSK.03/2008, Bank Century resmi diambil alih oleh LPS pada 21 November 2008. Salah satu pemegang saham, Robert Tantular, beserta tujuh orang pengurus lain Bank Century menerima pencekalan. Dua pemilik Bank Century, yaitu Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi pun tiba-tiba menghilang.

Akhirnya, LPS memutuskan untuk memberikan talangan dana sebesar 2,78 triliun rupiah guna mendongkrak CAR agar mencapai angka 10 persen.
Pada 5 Desember 2008, LPS pun merealisasikan janjinya dengan memberikan suntikan dana sebesar 2,2 triliun rupiah kepada Bank Century demi memenuhi tingkat kesehatan sebuah bank. Setelah mendapat suntikan dana dari LPS, Setelah mendapat suntikan dana dari LPS, kasus Bank Century tidak selesai begitu saja. Pada 9 Desember 2008, Bank Century mulai mendapatkan berbagai tuntutan dari ribuan investor Antaboga terkait penggelapan dana investasi sebesar 1,38 triliun rupiah. Tidak salah lagi, dana para investor Antaboga itu pun dialirkan ke kantung Robert Tantular selaku pemilik Bank Century Pada 31 Desember 2008, Bank Century tercatat telah mengalami kerugian sebesar 7,8 triliun rupiah sepanjang tahun 2008. Pada 2007, Bank Century memiliki sejumlah aset sebesar 14,26 triliun rupiah. Namun, aset tersebut mulai tergerus dan hanya menyisakan 5,58 triliun rupiah
Aliran dana Bank Century
Pada tanggal 1 Desember 2009 Ahmad Fadjar, Direktur Treasury Bank Mutiara (dahulu bernama Bank Century) bersama sejumlah Direktur LPS melakukan jumpa pers di Kantor LPS, Jakarta, mengenai dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 6,76 triliun yang dikucurkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Bank Century yang dipergunakan oleh Bank Century dengan perincian sebagai berikut :
a.Rp 2,25 triliun atau 33 persen berupa aset Bank Century dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN)/Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
b.Rp 490 miliar atau 8 persen digunakan untuk membayar pinjaman antarbank, fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP)
c.Rp 4,02 triliun atau 59 persen untuk membayar kewajiban bank kepada seluruhnya 8.577 nasabah penyimpan dengan perincian sebagai berikut ;
-        7.770 atau 91 persen merupakan nasabah perorangan dengan jumlah pembayaran sebesar Rp 3,2 triliun atau 81 persen dari total penarikan simpanan 807 atau 9 persen merupakan nasabah BUMN/ korporat
-   96 persen penarikan dilakukan oleh nasabah dengan nilai kurang dari Rp 2 miliar
-   4 persen atau 328 nasabah dilakukan nasabah yang memiliki dana lebih dari Rp 2 miliar. Rata-rata penarikan sebesar Rp 5,6 miliar per nasabah.

5. Kronologi Kasus Bank Century - Tahun 2009
Untuk memulihkan kesehatan Bank Century, LPS kembali menyuntikkan dana sebesar 1,5 triliun rupiah pada 3 Februari 2009. Sayangnya, kasus Bank Century tidak lantas menemui penyelesaian. Akhirnya, Bank Century terlepas dari pengawasan khusus Bank Indonesia pada 11 Mei 2009.
Pada 3 Juli 2009, parlemen mulai melayangkan gugatan terkait dana penyelamatan Bank Century yang dinilai terlalu besar. Terlebih, LPS kembali menyuntikkan dana sebesar 630 miliar rupiah untuk Bank Century pada 21 Juli 2009. Sejak saat itu, kasus Bank Century kian mendapat sorotan tajam.

Kasus Bank Century ini pun telah mengantarkan Robert Tantular pada tuntutan hukuman selama 8 tahun penjara serta denda uang sebesar 50 miliar rupiah subsider 5 bulan kurungan penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tuntutan hukuman Robert Tantular tersebut ditetapkan pada 18 Agustus 2009. Sebelum vonis dijatuhkan, tepatnya 15 Agustus 2009, pihak manajemen Bank Century menggugat Robert Tantular sebesar 2,2 triliun rupiah. Pada 3 September 2009, Kapolri meminta DPR untuk terus melakukan pengejaran aset milik Robert Tantular sebesar 19,25 juta dolar Amerika serta asetmilik Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi senilai 1,64 miliar dolar Amerika.
Akhirnya, Robert Tantular menerima vonis 4 tahun hukuman penjara serta denda uang sebesar 50 miliar rupiah pada 10 September 2010. Vonis yang diterima Robert Tantular ini terbilang lebih ringan dibanding tuntutan yang diajukan, yaitu 8 tahun hukuman penjara serta denda uang sebesar 50 miliar rupiah.

Itulah kronologi awal bergulirnya kasus Bank Century yang begitu menghebohkan publik dan penyidik. Bahkan, pihak Tim Pencari Fakta (TPF) yang menangani kasus hukum Bibit dan Chandra mencuatkan dugaan adanya usaha kriminalisasi kepada pimpinan KPK kala itu hingga berbuntut pada penahanan Bibit dan Chandra. Upaya kriminalisasi yang menyeret Bibit dan Chandra itu pun disebut-sebut masih berkaitan erat dengan kasus Bank Century.
Seperti yang telah disebutkan, kasus Bank Century begitu menyita perhatian terkait adanya dugaan korupsi serta suap dalam usaha menyelamatkan Bank Century. Dugaan itu pun akhirnya memunculkan beberapa nama yang disebut-sebut terlibat dan turut menikmati dana suap Bank Century. Entah bagaimana kebenarannya. Yang pasti, publik telah telanjur memberikan sederet opini mengenai penyelesaian.

CENTURY, MAU DIBAWA KEMANA? 

 


Kronologi Aliran Rp 6,7 Triliun ke Bank Century


Membengkaknya suntikan modal dari Lembaga Penjamin Simpanan ke Bank Century hingga Rp 6,7 triliun memaksa keingintahuan Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kepada DPR bahwa jika Bank Century ditutup akan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Pada hari yang sama pula, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto menyatakan bahwa kasus Bank Century itu sudah ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan.

Berbagai kejanggalan ditemukan dalam kasus tersebut. Bahkan KPK berencana menyergap seorang petiggi kepolisian yang diduga menerima suap dari kasus itu. Kejanggalan semakin menguat ketika Badan Pemeriksa Keuangan laporan awal terhadap Bank Century sebanyak delapan halaman beredar luas di masyarakat.

Laporan tersebut mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan bantuan ke Bank Century.

Akibat kejanggalan temuan tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung membentuk tim kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century. Lima hari kemudian, wacana pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut kasus Bank Century menjadi perdebatan di DPR. Berikut kronologi kasus Bank Century:

1989 Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Namun, sesaat setelah Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights issue pertama pada Maret 1999, Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.

2004 Dari merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC berdirilah Bank Century. Mantan Deputi Senior Bank Indonesia Anwar Nasution disebut-sebut ikut andil berdirinya bank tersebut. Tanggal 6 Desember 2004 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan Bank Century.

Juni 2005 Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya.

2008Beberapa nasabah besar Bank Century menarik dana yang disimpan di bank besutan Robert Tantular itu, sehingga Bank Century mengalami kesulitan likuiditas. Dintara nasabah besar itu adalah Budi Sampoerna, PT Timah Tbk, dan PT Jamsostek.

1 Oktober 2008 Budi Sampoerna tak dapat menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun di Bank Century. Sepekan kemudian, bos Bank Century Robert Tantular membujuk Budi dan anaknya yang bernama Sunaryo, agar menjadi pemegang saham dengan alasan Bank Century mengalami likuiditas.

13 November 2008 Gubernur Bank Indonesia Boediono membenarkan Bank Century kalah kliring atau tidak bisa membayar dana permintaan dari nasabah sehingga terjadi rush.
Kemudian, Bank Indonesia menggelar rapat konsulitasi melalui telekonferensi dengan Menteri Keungan Sri Mulyani, yang tengah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang G-20 di Washington, Amerika Serikat.

14 November 2008 Bank Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan darurat dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Budi Sampoerna setuju memindahkan seluruh dana dari rekening di Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya ke Cabang Senayan, Jakarta.

20 November 2008Bank Indonesia menyampaikan surat kepada Menkeu tentang Penetapan Status Bank Gagal pada Bank Century dan menyatakan perlunya penanganan lebih lanjut. Selaku Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan, Sri Mulyani langsung menggelar rapat untuk membahas nasib Bank Century.
Dalam rapat tersebut, Bank Indonesia melalui data per 31 Oktober 2008 mengumumkan bahwa rasio kecukupan modal atau CAR Bank Century minus hingga 3,52 persen.
Diputuskan, guna menambah kebutuhan modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632 miliar. Rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Bank Century dilikuidasi. Dan menyerahkan Bank Century kepada lembaga penjamin.

21 November 2008
Mantan Group Head Jakarta Network PT Bank Mandiri, Maryono diangkat menjadi Direktur Utama Bank Century menggantikan Hermanus Hasan Muslim.

22 Noevember 2008 Delapan pejabat Bank Century dicekal. Mereka adalah Sualiaman AB (Komisaris Utama), Poerwanto Kamajadi (Komisaris), Rusli Prakarta (komisaris), Hermanus Hasan Muslim (Direktur Utama), Lila K Gondokusumo (Direktur Pemasaran), Edward M Situmorang (Direktur Kepatuhan) dan Robert Tantular (Pemegang Saham).

23 November 2008Lembaga penjamin langsung mengucurkan dana Rp 2,776 triliun kepada Bank Century. Bank Indonesia menilai CAR sebesar 8 persen dibutuhkan dana sebesar Rp 2,655 triliun. Dalam peraturan lembaga penjamin, dikatakan bahwa lembaga dapat menambah modal sehingga CAR bisa mencapai 10 persen, yaitu Rp 2,776 triliun.


26 November 2008 Robert Tantular ditangkap di kantornya di Gedung Sentral Senayan II lantai 21 dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Markas Besar Polri. Robert diduga mempengaruhi kebijakan direksi sehingga mengakibatkan Bank Century gagal kliring. Pada saat yang sama, Maryono mengadakan pertemuan dengan ratusan nasabah Bank Century untuk meyakinkan bahwa simpanan mereka masih aman.

Periode November hingga Desember 2008 Dana pihak ketiga yang ditarik nasabah dari Bank Century sebesar Rp 5,67 triliun.

Desember 2008 Lembaga penjamin mengucurkan untuk kedua kalinya sebesar Rp 2,201 triliun. Dana tersebut dikucurkan dengan alasan untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.

3 Februari 2009Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 1,55 triliun untuk menutupi kebutuhan CAR berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia, atas perhitungan direksi Bank Century.

1 April 2009 Penyidik KPK hendak menyergap seorang petinggi kepolisian yang diduga menerima suap. Namun penyergarapan itu urung lantaran suap batal dilakukan. Dikabarkan rencana penangkapan itu sudah sampai ke telinga Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Sejak itulah hubungan KPK-Polri kurang mesra.

Pertengahan April 2009 Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji mengeluarkan surat klarifikasi kepada direksi Bank Century. Isi surat tersebut adalah menegaskan uang US$ 18 juta milik Budi Sampoerna dari PT Lancar Sampoerna Besatari tidak bermasalah.

29 Mei 2009 Kabareskrim Susno Duadji memasilitasi pertemuan antara pimpinan Bank Century dan pihak Budi Sampoerna di kantornya. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Bank Century akan mencairkan dana Budi Sampoerna senilai US$ 58 juta -dari total Rp 2 triliun- dalam bentuk rupiah.

Juni 2009 Bank Century mengaku mulai mencairkan dana Budi Sampoerna yang diselewengkan Robert Tantular sekitar US$ 18 juta, atau sepadan dengan Rp 180 miliar. Namun, hal ini dibantah pengacara Budi Sampoerna, Lucas, yang menyatakan bahwa Bank Century belum membayar sepeserpun pada kliennya.

Juli 2009 KPK melayangkan surat permohonan kapada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit terhadap Bank Century.
Akhir Juni 2009
Komisaris Jendral Susno Duadji mengatakan ada lembaga yang telah sewenang-wenang menyadap telepon selulernya.

2 Juli 2009 KPK menggelar koferensi pers. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto megatakan jika ada yang tidak jelas soal penyadapan, diminta datang ke KPK.

21 Juli 2009 Lembaga penjamin mengucurkan lagi Rp 630 miliar untuk menutupi kebutuhan CAR Bank Century. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil assesment Bank Indonesia atas hasil auditro kantor akuntan publik. Sehingga total dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,762 triliun.

12 Agustus 2009 Mantan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim divonis 3 tahun penjara karena terbukti menggelapkan dana nasabah Rp 1,6 triliun. Dan tanggal 18 Agustus 2009, Komisaris Utama yang juga pemegang saham Robert Tantular dituntut hukuman delapan tahun penjara dengan denda Rp 50 miliar subsider lima tahun penjara.

27 Agustus 2009 Dewan Perwakilan Rakyat memanggil Menkeu Sri Mulyani, Bank Indonesia dan lembaga penjamin untuk menjelaskan membengkaknya suntikan modal hingga Rp 6,7 triliun. Padahal menurut DPR, awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century.
Dalam rapat tersebut Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa jika Bank Century ditutup akan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Pada hari yang sama pula, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto menyatakan bhwa kasus Bank Century itu sudah ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan.

28 Agustus 2009 Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah pernyataan Sri Mulyani yang menyatakan bahwa dirinya telah diberitahu tentang langkah penyelamatan Bank Century pada tanggal 22 Agustus 2008 --sehari setelah keputusan KKSK. Justru Kalla mengaku dirinya baru tahu tentang itu pada tanggal 25 Agustus 2008.

10 September 2009 Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Sugeng Riyono memutus Robert Tantular dengan vonis hukuman 4 tahun dengan denda Rp 50 miliar karena dianggap telah memengaruhi pejabat bank untuk tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

30 September 2009 Laporan awal audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Bank Century sebanyak 8 halaman beredar luas di masyarakat. laporan tersebut mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan bantuan ke Bank Century.

2 Oktober 2009 Nama Bank Century diganti menjadi Bank Mutiara.

21 Oktober 2009Akibat kejanggalan temuan BPK tersebut, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung membentuk tim kecil untuk menggulirkan hak angket guna mengkaji kasus Bank Century. Lima hari kemudian, wacana pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR untuk mengusut kasus Bank Century menjadi perdebatan di DPR.

12 November 2009 139 anggota DPR dari 8 Fraksi mengusulkan hak angket atas pengusutan kasus Bank Century.

Hingga kurang lebih tiga tahun kemudian, kasus Century belum juga menemukan titik penyelesaian. Seperti yang diungkapkan oleh okezone.com pada tanggal 12 September 2012 dalam  dua artikel berikut ini.
Pernyataan Susno Duadji !
 
KPK Belum Mau Bongkar Skandal Century
Berita Hari ini. Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M Massardie, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum sungguh-sungguh membongkar mega korupsi skandal bailout Bank Century.
Skandal Bank Century kembali mengemuka setelah mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, mengeluarkan testimoni yang menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut terlibat. Menanggapi rencana Tim Pengawas (Timwas) Bank Century memanggil mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, untuk dimintai klarifikasi soal Bank Century, pada 12 September 2012, Adhie menilai langkah itu sudah benar. “Sebagai upaya agar kasus ini tidak dilupakan, cara ini benar,” tutupnya.
Sebab, kata Adhie, dalam kasus itu sebenarnya jelas tercium aroma korupsi ketika pemerintah mengeluarkan bailout Rp6,7 triliun kepada bank yang kini berubah nama menjadi Bank Mutiara tersebut.
“Menurut saya, KPK (memang) belum mau membongkar skandal Bank Century,” kata Adhie kepada Okezone, Jumat (7/9/2012) malam.
Menurut Adhie, ada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam mengeluarkan kucuran dana ke Bank Century dan itu merupakan korupsi. “Dalam pengertian yang sederhana, kriteria korupsi itu memperkaya diri, memperkaya orang lain, dan penyalahgunaan wewenang. Dalam kasus Century, ada penyalahgunaan wewenang mengeluarkan uang negara dengan melawan hukum. Ada orang yang diuntungkan,” terang Adhie.
Seperti diketahui, KPK akhirnya mengambil kesimpulan belum ada indikasi korupsi dalam kasus Bank Century. Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan, tim penyelidik merasa perlu mendalami lagi apakah memang ada indikasi kerugian negara di balik pengucuran dana tersebut. “Kasus Century masih didalami,” kata Johan Selasa 4 September lalu.
Menurut Johan, kesimpulan pendalaman kasus Century diambil setelah KPK mengadakan ekspose atau gelar perkara yang diam-diam telah diadakan sebelum Lebaran Idul Fitri lalu. “Kesimpulan ekspose Century masih harus didalami. Penyidik belum bisa memutuskan kasus Century naik dari penyelidikan ke penyidikan,” terang Johan.
Namun, menurut Adhie, alasan KPK belum menemukan indikasi korupsi tidak logis. Sebab, kata Adhie, tidak mungkin uang Rp6,7 triliun yang dikucurkan dari pemerintah akan sampai ke Bank Century dalam jumlah yang sama. “Yang paling sederhana adalah teori ‘talang basah’. Nah, apakah Anda percaya kalau uang yang digelontorkan pemerintah akan sampai pada tujuan dalam jumlah yang sama?,” tegas mantan juru bicara era Presiden Gus Dur tersebut.
Ini Alasan JK Tak Diundang Rapat Pembahasan Bailout Century
Seperti diberitakan, skandal bailout Bank Century kembali mengemuka setelah mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, mengeluarkan testimoni yang menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut terlibat.
Skandal Bank Century telah bergulir dari tiga tahun lalu. Namun, meski KPK sudah meneruh perhatian khusus dan mengerahkan tenaga ekstra tim penyidik, skandal tersebut terkesan masih mangkrak.



Timwas
Tim Pengawas (Timwas) Century akan memanggil mantan Wakil Presiden (Wapres) Muhammad Jusuf Kalla dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar.
Pemanggilan keduanya bertujuan untuk menggali informasi seputar rencana pemerintah mem-bailout Bank Indover dan blanket guarantee sebelum Century.
“JK tidak diundang. Sebab, jika hadir, bisa jadi JK akan menolak usul tersebut karena rentan disalahgunakan dengan memanfaatkan situasi krisis ekonomi 2008 untuk tujuan tertentu. Dan, akhirnya memang terbukti Perppu bernomor 4/2008 (sebelum ditolak DPR) dimanfaatkan untuk mem-bailout Bank Century yang kini bermasalah,” tutup politikus Partai Golkar ini.
“Karena, sebagaimana diketahui. Sebelum agenda mem-bailout Century, ada dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan dari rangkaian peristiwa tersebut, yakni usaha menyuntik atau menyelamatkan Bank Indover di Belanda Rp4,7 triliun dan blanket guarantee dengan biaya sekitar Rp300-an triliun,” terang Anggota Komisi Hukum DPR, Bambang Soesatyo, kepada Okezone, Jumat (7/9/2012) malam.
Namun, lanjut Bambang, kedua upaya tersebut gagal. Penyelamatan Bank Indover gagal lantaran ditolak DPR. Sedangkan blanket guarantee ditolak Wapres kala itu Jusuf Kalla.
Sehingga, kata dia, sangat masuk diakal apabila pertemuan di Istana yang dipimpin SBY dalam rangka mempersiapkan Perppu antisipasi krisis itu JK tak diundang.

Jadi singkatnya, menurut kelompok kami ketidakjelasan kasus Bank Century merupakan akibat dari kurangnya bukti dan fakta mengenai aliran dana Rp. 6,7 Triliun. Banyaknya orang-orang yang berkuasa  yang terlibat dalam kasus tersebut sehingga banyak kebenaran yang masih ditutup-tutupi dan sulit untuk diungkapkan karena kasus ini bisa jadi berhubungan dengan kasus-kasus korupsi lainnya.
Untuk para penyelidik, sebaiknya meneliti kasus ini dengan sebaik-baiknya dan mengungkapkannya dengan sebenar-benarnya, jangan takut terhadap tekanan-tekanan dari luar serta berfokuslah untuk penyelesaian tuntas kasus ini. Karena yang menjadi harapan dan yang dapat diandalkan dalam penyelesaian kasus ini adalah para penyelidik yang bersangkutan.
Besar harapan kelompok kami, agar kasus Bank Century ini segera menemukan titik penyelesaian, agar orang-orang yang tidak bersalah bisa bebas dari tuntutan hukum dan yang benar-benar bersalah mendapatkan hukuman yang setimpal sehingga kepercayaan masyarakat terhadap Perbankan di Indonesia tetap terjaga.


Antasari Ungkap Fakta Baru ‘CENTURY’ Dari Balik Jeruji

 

 

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar membuka fakta baru yang mencengangkan. Fakta itu berkaitan dengan langkah penyelamatan Bank Century yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,7 triliun. Kasus Bank Century itu sendiri pernah menghebohkan perpolitikan nasional. Apalagi hasil audit forensik Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan adanya kejanggalan dari langkah penyelamatan terhadap Bank Century.

Namun, meski begitu kuat bau korupsi dari langkah penyelamatan Bank Century, tidak mudah untuk membawanya ke ranah hukum. Padahal secara politik Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan adanya pelanggaran dari langkah penyelamatan yang dilakukan pemerintah.
Sejauh ini hanya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang harus menjadi korban. Ia harus terpental dari kabinet, meski beruntung masih mendapat tempat terhormat di Bank Dunia. Padahal ia sempat mengaku merasa tertipu oleh keputusan untuk menyelamatkan Bank Century.
Sri Mulyani sempat ketakutan saat kasus Century bergerak liar yang mungkin saja bisa menjebloskannya ke penjara. Rasa cemas mantan Menkeu itu diungkapkan Johan Silalahi dari Negarawan Center dalam diskusi Chat After Lunch di FX Plasa, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (24/11/2009) silam. Johan saat itu menyatakan, dalam kapasitas sebagai pengambil keputusan pengucuran dana Century, Sri Mulyani tidak mau dipenjara. Karena itu, Sri Mulyani pun mengungkapkan bahwa dirinya telah ditipu dalam kasus ini.
‘’Saya sampaikan ke teman-teman media, bahwa pengakuan dari Sri Mulyani sudah keluar. Saya kutip itu dan saya sampaikan di situ secara terbuka. Yaitu, dalam kasus Bank Century ini dia tidak tahu. Tepatnya, dia tertipu. Sri Mulyani sendiri sudah pernah ditanya oleh seorang pejabat negara, dalam kasus Century: kamu mau dipenjara atau tidak?’’ kata Johan.
Menurut Johan, saat itulah muncul pengakuan dari Sri Mulyani bahwa dia tidak mau dipenjara hingga muncul pengakuan dia merasa ditipu dalam pengambilan keputusan bailout Bank Century oleh Bank Indonesia. ‘’Itulah yang mesti dipertanyakan, kenapa orang seperti Sri Mulyani, yang dikenal sangat taat azas, bahkan untuk urusan uang Rp 20 miliar saja bisa sangat teliti, tiba-tiba menjadi begitu tidak prudent-nya dalam memutuskan pengucuran dana Rp 6,7 triliun,’’ kata Johan.
Meski kasus dugaan korupsi pada langkah penyelamatan Bank Century ini terus dicoba untuk ditutupi, namun tuntutan agar skandal tersebut diungkap tidak pernah berhenti. Masyarakat tetap berharap kebenaran dari kasus yang merugikan keuangan negara itu terus diungkap.
DPR sendiri membentuk tim pengawas untuk mengikuti perkembangan kasus tersebut. Secara rutin tim pengawas bertemu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk mengetahui perkembangan proses penyelidikan dan pemeriksaan kasus Bank Century.
Sampai sejauh ini ketiga lembaga penegak hukum tersebut mengaku belum bisa menemukan unsur korupsi dari kasus penyelamatan Bank Century. Seakan ada pintu tebal yang tidak mampu ditembus sehingga semuanya tampak begitu gelap.
Pengakuan yang disampaikan Antasari dalam program “Metro Realitas” (Kamis, 09 Agustus 2012), menguak lagi adanya bau busuk dari penyelamatan Bank Century. Pengakuan ini bahkan luar biasa karena ternyata langkah penyelamatan itu dibahas dalam rapat di ruang kerja Presiden.
Sebagai Ketua KPK, Antasari ikut dalam rapat yang dipimpin oleh Presiden SBY. Rapat itu sendiri, menurut Antasari, membahas tentang krisis global yang tengah terjadi pada tahun 2008 dan Presiden mengingatkan agar pengalaman krisis 1998 jangan sampai terulang kembali di Indonesia.
Hadir dalam rapat di ruang kerja presiden itu antara lain: Presiden SBY sendiri sebagai Pemimpin Rapat, Ketua BPK Anwar Nasution, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Ketua KPK Antasari, Kepala BPKP Condro Irmantoro. Sementara dari jajaran kabinet hadir Menko Polhukam Widodo AS, Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa. Sementara duduk di deretan belakang Juru Bicara Andi Mallarangeng dan Denny Indrayana.
Rapat itu sendiri tidak pernah diungkap ke publik. Padahal salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah berkaitan dengan Bank Century. Artinya skenario langkah penyelamatan Bank Century yang akhirnya menjadi skandal dugaan mega korupsi itu sebetulnya diketahui oleh Presiden SBY, dan bahkan Presiden SBY sendiri memberikan arahan untuk penyelesaiannya. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Presiden SBY yang mengaku dirinya tidak mengetahui tentang skenario langkah-langkah penyelamatan Bank Century.
Pengakuan Antasari ini tentunya bisa menjadi pintu masuk bagi lembaga hukum untuk mengungkap kasus Bank Century. Semua yang ikut dalam rapat tersebut harus diperiksa dan dimintai keterangannya. Kalau para peserta rapat mencoba menutup-nutupi berarti melakukan cover up.
Apabila fakta seperti ini terjadi di Amerika Serikat (AS), maka pihak Kejaksaan AS sudah pasti akan menunjuk Jaksa Independen yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa siapa pun dan memintai keterangan semua pihak yang dianggap mengetahui kejadian tersebut.
Bahkan pihak DPR AS pasti langsung bergerak untuk melakukan dengar pendapat. Semua orang yang diundang pasti akan dimintai keterangan di bawah sumpah. Persis seperti ketika kasus Bank Century diselidiki oleh Panitia Khusus DPR.
Semua tentunya kembali kepada pihak DPR RI  dan juga lembaga penegak hukum. Seberapa jauh mereka ingin mencari kebenaran dan menegakkan keadilan. Kasus skandal dugaan mega korupsi Bank Century ini merupakan persekongkolan kejahatan yang luar biasa apabila sampai dibahas secara khusus di dalam Istana, namun sengaja tidak pernah diungkapkan kepada publik.
Keterangan Antasari tersebut di atas tidak bisa dianggap angin lalu, karena dalam hal ini ia adalah saksi pelaku. Ia merupakan salah seorang yang ikut rapat dan sangat mengetahui materi apa saja yang sedang dibahas. Ini merupakan kasus yang benar-benar menarik untuk diikuti.[KbrNet/Metro Realitas]

Apakah SBY Berbohong?

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan bahwa dirinya tidak pernah dimintai arahan dan keputusan terkait kebijakan pemberian dana talangan (bailout) kepada Bank Century senilai Rp6,7 triliun, adalah nyata-nyata sebuah kebohongan besar. Padahal, Sri Mulyani (Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK kala itu) telah memperingatkan SBY sebanyak tiga kali.

Dengan pernyataan yang diutarakan pada 4 Maret 2010 silam, Presiden Yudhoyono seolah melempar tanggung jawab kesalahannya kepada anak buahnya yang kini menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Berdasarkan bukti autentik dokumen berupa tiga surat yang dilayangkan Sri Mulyani Indrawati saat masih menjabat Ketua KSSK, mantan Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu II itu sudah memperingatkan Presiden Yudhoyono yang menyebutkan bahwa kebijakan bailout Bank Century itu menyalahi aturan.
Anehnya, dalam pidato tanggal 4 Maret 2010, atau sehari sesudah pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI tentang kasus bailout Bank Century, Presiden SBY menyatakan bahwa dirinya tengah di luar negeri untuk menghadiri KTT G20 di Amerika Serikat. “Sekali lagi, disaat pengambilan keputusan itu, saya sedang berada di luar negeri. Saya memang tidak dimintai keputusan dan arahan. Saya juga tidak memberikan instruksi atas pengambilan kebijakan tentang ihwal itu, antara lain karena pengambilan keputusan KSSK berdasarkan Perpu No 4/2008 memang tidak memerlukan keterlibatan presiden,” kilah SBY kala itu.
Berawal dari surat Bank Indonesia kepada Menteri Keuangan selaku ketua KSSK Sri Mulyani, yang diparaf oleh Gubernur BI (kala itu) Boediono tertanggal 20 November 2008, menyatakan perkembangan terakhir dari Bank Century bahwa CAR-nya minus 3,53 persen (-3,53%). Dengan begitu bank tersebut tak layak menerima dana talangan, dan Bank Century dinyatakan sebagai ‘bank gagal’ yang dikhawatirkan berdampak sistemik.
Mendapat penjelasan dari BI, selanjutnya Sri Mulyani mengirim surat kepada Presiden SBY tanggal 25 November 2008 dengan nomor surat S-01/KSSK/.01/2008. Surat tersebut merupakan surat peringatan pertama kepada SBY.

Surat yang ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Negara BUMN, Sekjen Departemen Keuangan dan Sekretaris KSSK itu kembali menegaskan bahwa Bank Century adalah ‘bank gagal’ dan ditengarai berdampak sistemik oleh BI dan selanjutnya ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai ketentuan UU 24 Tahun 2008 tentang LPS.
Dalam surat peringatan pertama itu, juga dilampirkan notulen rapat KSSK tanggal 21 November 2008, notulensi rapat tertutup KSSK pada tanggal yang sama yang dihadiri oleh Boediono dan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan. Juga dilampirkan keputusan KSSK No 04/KSSK.03/2008 tentang penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik serta keputusan penyerahan Bank Century ke LPS.
Surat peringatan kedua dari Sri Mulyani kepada SBY dikirim tanggal 4 Februari 2009 dengan nomor surat SR-02/KSSK.01/II/2009. Bahkan dalam surat peringatan kedua ini yang ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Ketua Dewan Komisioner LPS dan Sekretaris KSSK, Sri Mulyani mencantumkan CAR (Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) Bank Century (Negatif 3,53%) secara jelas.
Disamping itu, tak biasanya, surat resmi itu menggunakan kalimat pembuka yang tidak lazim sebagaimana surat resmi yang ada dan tetap merujuk pada surat pertama. “Sebagaimana Bapak Presiden maklum, dalam surat tersebut (S-01/KSSK.01/2008), KSSK melaporkan…. dst… dst…” demikian isi kalimat pembuka dalam surat tersebut. Redaksional kalimat pembuka surat Menkeu Sri Mulyani itu mengindikasikan bahwa Presiden SBY mengetahui dan mengikuti langkah demi langkah dari sejak awal dalam proses pengambilan keputusan terkait skenario penyelamatan Bank Century yang akhirnya berujung menjadi skandal mega korupsi.
Lantaran tak ada tanggapan dari Presiden SBY, Sri Mulyani kembali mengirim surat kepada SBY, yakni setelah SBY terpilih menjadi presiden bersama Boediono, tepatnya tanggal 29 Agustus 2009. Nomor surat itu adalah SR-36/MK.01/2009.
Dalam surat ketiga itu, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan kembali merujuk kepada surat pertama dan kedua dengan kalimat pembuka yang tak lazim yang juga ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner LPS dan Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. [Dok/KabarNet]
Pengakuan mengejutkan yang diungkapkan dari balik jeruji penjara oleh mantan Ketua KPK Antasari Azhar ini sudah seharusnya ditindak-lanjuti oleh KPK, DPR dan semua pihak yang berwenang menyelidiki kasus skandal mega korupsi Bank Century. Pengakuan Antasari tersebut harus menjadi pintu masuk baru untuk mengungkap kasus ini.
Apabila keterangan Antasari dan kronologis surat mantan Menkeu Sri Mulyani tersebut terbukti benar adanya, maka hal itu secara otomatis menjadi bukti yang jelas dan kasat mata bahwa Presiden SBY telah melakukan kebohongan publik terkait keterlibatannya dalam mega skandal maling uang rakyat dalam kasus Bank Century.
Pengakuan Antasari tentang adanya rapat di ruang kerja Presiden yang membahas kasus Century, disamping juga tiga Surat Laporan/Peringatan dari mantan Menkeu Sri Mulyani kepada Presiden terkait kondisi Bank Century saat itu menunjukkan bahwa, sebetulnya, Presiden SBY dari sejak awal sudah mengetahui dan bahkan mengikuti perkembangan langkah demi langkah penyelamatan Bank Century, suatu hal yang selama ini selalu dibantah (tidak diakui) oleh Presiden SBY.
Berdasarkan bukti-bukti itu (kalau ternyata benar), maka tanpa menunggu selesainya proses hukum terkait kasus Bank Century, DPR sebetulnya sudah bisa mengambil langkah-langkah politik berupa pengajuan ‘Hak Interpelasi’, dan/atau ‘Hak Angket’, untuk kemudian dilanjutkan dengan pengajuan ‘Hak Menyatakan Pendapat’ yang lazimnya berujung pada sidang paripurna DPR/MPR untuk tindakan pemakzulan presiden.
Sebelumnya diberitakan, Antasari Azhar menyebutkan kepada Metro Realitas yang diputar di Stasiun Televisi Swasta Nasional Metro TV. Ia mengatakan adanya rapat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait bailout Bank Century pada Oktober 2008. Rapat tersebut membahas rencana pemberian dana talangan Bank Century. Saat itu pemerintah sudah menyadari adanya dampak hukum atas kebijakan pemberian dana talangan yang rawan penyimpangan itu. Dalam pertemuan tersebut dihadiri para Pejabat tinggi negara.
Kemudian, kata Antasari, pemerintah mencoba mencari bank lain untuk diselamatkan. Akhirnya, pada November 2008 pemerintah memilih Bank Century untuk diselamatkan. Setelah disepakati, Bank Century mendapat kucuran dana segar secara bertahap. Tahap pertama, bank yang sudah kolaps itu menerima Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008. Tahap kedua, pada 5 Desember 2008, sebesar Rp 2,2 triliun. Tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun. Tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar. [KbrNet/slm/adl]

 




 


  

0 comments:

Post a Comment