Apa yang membuat jumlah investor pasar modal di
Indonesia cukup rendah? Itulah yang membuat tanda tanya setelah membaca kolom
pasar modal di rubrik Ekonomi Koran Kompas kemarin (28/06/2012).
Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan hingga tahun 2012 terdapat
2,3 juta investor dari masyarakat dalam negeri. Jumlah tersebut setara dengan
1% dari jumlah penduduk Indonesia. Ternyata itu masih sangat jauh dibanding
dengan jumlah investor di Malaysia yang telah mencapai angka 5 juta orang (atau
20% dari jumlah penduduknya). Sedangkan pada saat ini, jumlah investor pasar
modal Indonesia baru mencapai angka 1,1 juta. Masih terlalu kecil dengan jumlah
penduduk yang lebih besar dari pada Malaysia.
Harus diakui, pasar modal cukup berpengaruh pada kehidupan
permodalan perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan perseroan terbuka.
Meski bukan satu-satunya, pasar modal bisa menjadi kekuatan taring
perekonomian. Pasar modal mampu menghimpun dana masyarakat dalam bentuk saham
untuk menghidupkan sektor industri dalam negeri.
Upaya untuk menambah investor dalam negeri nampaknya bukan hal
yang mudah. Pada penjelasan surat kabar tersebut, permasalaha utama yang
dihadapi lebih kepada masalah keterbatasan SDM professional berlisensi di pasar
modal yang bekerja di sekuritas. Mungkin itu kendala yang harus dihadapi pihak
BEI ketika harus mencapai target tersebut. Namun menurut saya, ada hal lain
yang menjadi penyebab sulitnya masyarakat kita tertarik untuk terjun ke dunia
pasar modal.
Perlu diketahui, sebagian besar para pemain di pasar modal saat
ini adalah para investor yang masuk dalam kategori kelas atas. Kelas yang
jumlahnya tidak lebih dari 1% jumlah penduduk Indonesia. Untuk kelas menengah
masih sedikit yang terlibat sebagai investor. Kelas menengah yang jumlahnya
telah meningkat hingga 50% lebih dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia bisa
menjadi potensi untuk terlibat sebagai investor di pasar modal. Namun, untuk
membidik target kelas menengah, ada tiga hal yang nampaknya menjadi hambatan
sehingga ketertarikan bermain di pasar modal kurang.
Pertama, tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat Indonesia
masih rendah tentang memahami kerja pasar modal. Sebab, dunia pasar modal butuh
pengetahuan dan kemampuan analisis yang tajam untuk mengelola dana mereka agar
tidak memperoleh kerugian. Nah, di sinilah peran seperti pemerintah dan pihak
terkait melakukan edukasi.
Kedua, kesadaran untuk berpenghasilan dari berbisnis masih rendah.
Hampir sebagian besarmasyarakat kelas menegah di Indonesia masih berpenghasilan
sebagai karyawan (digaji). Karena sudah terlalu nyaman berpenghasilan sebagai
karyawan itulah, keinginan untuk mencari tambahan penghasilan yang beresiko
sangat dihindari.
Ketiga, sebagian besar masyarakat kelas menengah adalah masyarakat
konsumtif. Hal ini bisa dibuktikan dari hasil survey Kompas yang dimuat pada 8
Juni 2012, menyebutkan bahwa kelas menengah Indonesia adalah masyarakat yang
berusaha mengadopsi gaya hidup konsumerisme. Kelas ini lebih suka menghabiskan
uang atau penghasilannya untuk menaikan citra dan gaya hidup. Kesan untuk
bersikap produktif dalam penggunaan dana belum ada. Sehingga, bepengaruh pada
kesadaran untuk berinvestasi di pasar modal yang penuh resiko.
Ketiga poin itu juglah yang menjadi jawaban mengapa investor di
Indonesia cukup rendah. Selain masyarakat kelangan kelas atas yang masih snagat
sedikit, kesadaran untuk investasi di pasar modal bagi kelas menengah cukup
belum banyak. Sehingga, kelas menengah bisa menjadi pemecah masalah untuk
meningkatkan jumlah investor pasar modal di Indonesia. Tinggal bagaimana
pemerintah dan para pelaku pasar modal mampu membangun kesadaran itu. Dan yang
lebih penting lainnya adalah infrastruktur pasar modal hingga palayanan.
Sumber:
0 comments:
Post a Comment